Malam itu Susan bergegas pulang setelah hari yang melelahkan di Kantor. Selain lelah, dia agak sedikit gundah karena di sore harinya, dia mendapatkan input dari atasannya bahwa presentasi yang dia kerjakan sepanjang minggu kemarin, ternyata tidak sesuai harapan dan harus dirombak total. Padahal ia sudah mencurahkan banyak waktu, bahkan bekerja di akhir minggu untuk menyelesaikan presentasinya tersebut.
Saat dia berjalan menuju ke tempat mobilnya diparkir, dia melihat sesuatu yang membuat amarahnya naik. Mobil di sebelahnya parkir melintang dan menghalangi jalan keluar mobilnya.
“Orang enggak tau etika. Bagaimana bisa dia seenaknya parkir seperti ini tanpa menghiraukan garis parkir dan menghalangi mobil orang lain” Pikirnya.
Susan bergegas beranjak ke arah pos pengamanan untuk melaporkan hal tersebut. Sesampainya dia di pos pengamanan, amarahnya tambah menjadi, karena tidak ada sama sekali petugas yang berjaga di situ. Dengan emosi Susan mengambil 2 lembar kertas yang ada di meja pengamanan dan menuliskan pesan yang agak keras untuk petugas pengamanan dan juga untuk ditempelkan ke mobil yang melintang.
Untuk security: “Kalo kerja yang bener. Jam berapa ini? Sudah pada ngeloyor pulang. Perusahan ini bukan punya bapak lo!!”
Untuk ditempel di mobil yang terparkir melintang: “Kalo parkir otak dipake. SIM nembak ya?”
**********
Esok hari.
Susan masih sibuk dengan pekerjaannya merevisi presentasi yang harus diselesaikan hari ini ketika dia mencuri dengar percakapan temannya tentang kejadian semalam.
“Semalam Pak Budi terkena serangan jantung di lantai 2 parkiran. Wah bener-bener panik banget situasinya. Untung beliau ditolong dengan sigap sama petugas keamanan. Kalo enggak ditolong gak tau deh gimana nasibnya”
Susan mendadak terbisu..
************
Dalam banyak peristiwa yang tidak mengenakkan, kita seringkali merasa dipihak yang benar sementara orang lain lah yang salah. Orang lain lah yang tidak beretika dan amoral serta berkarakter rendah. Padahal, belum tentu demikian.
Sebaliknya orang lain malah juga akan berpikir bahwa mereka berbuat demikian karena kondisi dan situasi yang menyebabkannya.
Kecenderungan untuk melihat orang lain yang pasti salah, sesuai dengan karakter buruk mereka, sementara ketika kita yang salah, kita merasa karena kondisi tertentu yang menyebabkan kita melakukan kesalahan adalah hal yang disebut dengan fundamental attribution error.
Langkah pertama yang harus kita lakukan, ketika ada orang lain yang berbuat buruk ke kita adalah mencoba mencari tahu hal apa yang membuat mereka melakukan hal buruk tersebut. Kita dapat berusaha untuk membayangkan ketika kita yang berada di situasi tersebut. Kita juga dapat mengira-ngira prinsip atau nilai apa yang mereka anut, karena hal itu dapat melatarbelakangi tindakan mereka.
Ketika kita mengetahui prinsip atau nilai yang melatarbelakangi, kita dapat bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita menganut nilai atau pendapat yang sama?
Jika kita tidak menganut nilai yang sama, dan kita yakin nilai yang mereka anut salah, malah kita harusnya maklum atau bahkan kasihan. Sama seperti halnya kita kasihan kepada orang yang belum paham dan salah dalam memahami suatu konsep dasar dalam matematika atau logika.
Dan jika ternyata kita menganut prinsip salah yang sama dengan mereka menyangkut baik dan buruk, maka justru kita harus introspeksi, karena daripada menghabiskan energi menyalahkan orang lain, kita harusnya malah sibuk memperbaiki diri kita sendiri.
Susan tahu bahwa amarahnya lebih banyak disebabkan oleh presentasi-nya yang harus dirombak total. Dan jika saja dia tahu lebih awal bahwa penyebab mobil terparkir melintang dan ketidakberadaan petugas keamanan di posnya, tentu saja Susan akan dapat menahan amarahnya.
Praktisi Stoic/filosofi teras harus selalu berusaha secara serius memahami perspektif orang lain untuk memperluas pemahaman kita terhadap suatu masalah. Hal ini bukan berarti kita akan selalu setuju atau memaklumi perspektif orang lain. Namun lebih kepada memberikan kesempatan kepada orang lain mengemukakan pendapat atau cara pandangnya. Karena para Stoic percaya tidak ada satupun orang yang ingin berbuat salah secara sengaja, dan setiap orang berpikir bahwa mereka punya alasan yang benar untuk tindakan mereka.
Bagaimana cara melatih diri untuk selalu berusaha melihat perspektif orang lain?
Satu minggu ke depan, di akhir hari, untuk memikirkan orang-orang yang kita temui hari itu dan membuat kita kesal atau frustasi. Gunakan beberapa pertanyaan ini untuk membuat jurnal anda terhadap orang tersebut
- Siapa? Apa yang dia lakukan? Kenapa anda merasa kesal terhadap orang tersebut? Bagaimana perasaan anda terhadap orang tersebut saat ini?
- Menurut anda, apa alasan orang tersebut berbuat seperti itu? Nilai-nilai apa yang kira-kira mereka anut sehingga mereka merasa perbuatan mereka masuk akal?
- Apakah anda menganut nilai-nilai yang sama dengan orang tersebut? Jika ya, kapan anda pernah berbuat yang sama seperti orang tersebut ke orang lain?
- Bagaimana perasaan anda ke orang tersebut sekarang setelah anda melakukan exercise di atas?
Mantap artikel nya, seru…
Semakin memberikan gambaran mengenai dikotomi kendali
Dilanjut terus ya Pak..
Terima kasih, Mas Diman.
Senang ada yang ikut membaca dan mengambil manfaat. Mudah-mudahan saya bisa konsisten menuliskan latihan Stoicism ini.